Palu menggeliat. Istilah menggeliat saat ini cocok bagi kota Palu. Sebab selama ini kota Palu seolah terjaga dari tidur panjangnya. Palu kini mulai bangun dan menata diri untuk menjadi kota yang indah dan layak dihuni. Kenapa baru sekarang???
Entahlah… Yang pasti Palu bak gadis muda bergincu menarik siapapun yang pernah mengenalnya atau mengunjunginya. Hanya saja.., Palu tetap kota yang panas dan tetap saja sering gelap gulita walaupun telah ada PLTU toh kegelapan masih menyambangi kota ini.
Dampak dari pembangunan dan pulihnya keamanan telah mengubah Palu. Identitas Palu pun telah bergeser dari tugu ke jembatan yang megah dan indah.
Dulu, identitas Palu hanya tugu yang sering disebut Bundaran HI (Bundaran Hasanundin Indah). Tugu ini pula yang sering menjadi saksi bisu saat para aktivis menyuarakan kegelisahan rakyat Palu dalam menyikapi ketidakadilan pembangunan dan dampaknya. Menyikapi kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam mengelola negara. Kini identitas itu telah bergeser. Tugu itu tidak lagi menjadi daya tarik karena telah berubah rupa menjadi papan reklame. Maklum saja, sebuah kota perlu PAD dan salah satunya dari pemasang iklan yang beretebaran di poros-poros jalan utama kota. Tidak terkecuali kota Palu. Walau dengan menggadaikan romantisme masa lalu.
Kini Palu telah mempunyai identitas yang lebih menasional dibandingkan tugu yang berubah rupa. Jembatan berdiri kokoh menyatukan kota Palu yang terbelah sungai mengalir sepanjang tahun dengan airnya berwarna coklat susu membawa jutaan butir-butir lumpur dari ujung gunung akibta penggundulan hutan.
Identitas baru itulah yang saat ini banyak menghiasi header para blogger asal Palu. Dan saya pun demikian. Tidak latah tetapi karena jembatan tersebut seolah mempunya kekuatan magis untuk selalu dikunjungi dan dilewati.
Read more...